twitter
rss

Fondasinya Tetap Keluarga
Hal menarik disampaikan oleh James T Riady, pendiri Yayasan Pendidikan Pelita Harapan. Terlepas dari penting dan besarnya peranan sekolah sebagai “pencetak” langsung sumber daya manusia (SDM), namun James tetap mengingatkan bahwa fondasi utama pendidikan adalah keluarga. “Sekolah itu hanya berfungsi sebagai kontraktor pendidikan dari rumah,” ujarnya.
Apa yang diajarkan di sekolah merupakan aplikasi dan pengembangan dari setiap pengetahuan dasar yang diperoleh dari rumah. Pembentukan karakter dan penanaman moral serta etika, harus sudah dilakukan sebelum si anak berangkat ke sekolah.
Menurut James, seharusnya para orangtua tidak bisa melepaskan atensi dan menyerahkan begitu saja si anak pada pihak sekolah, tanpa memperhatikan perkembangan pendidikannya. Komunikasi antara sekolah dan orangtua harus selalu dijaga. Itu dimaksudkan agar para orangtua juga mengetahui secara baik mengenai bakat sesungguhnya si anak.
James mengemukakan pengalaman pribadi keluarganya sebagai referensi dalam membentuk “identitas” generasi muda. Berdasarkan pengalamannya, orangtua harus memperhatikan perkembangan anak dari usia 8 sampai 12 tahun, karena masa penting pertumbuhan berada pada kisaran usia tersebut. Pada rentang usia tersebut anak dinilai masih polos sehingga rentan terkena pengaruh dari luar.
“Membentuk identitas anak itu seperti dua sisi koin. Apabila beban hidup sangat sedikit dan segalanya serba tersedia, hanya akan menjadikan anak seperti mesin uang. Sebaliknya bila beban terlalu banyak bisa menyebabkan anak frustasi,” ungkap James.
James mencontohkan itu pada masalah pengembangan bakat anak. Setiap anak memiliki bakat atau talentanya sendiri. “Banyak orangtua yang memarahi anaknya bila nilai matematikanya 6. Padahal, mereka (orangtua) tidak tahu, bahwa nilai itu adalah yang terbaik buat anaknya,” paparnya. Itulah salah satu contoh kasus para orangtua yang acapkali “menutup mata”, bahkan mungkin memang tidak mengetahui sama sekali akan kemampuan si anak. Di lain sisi, meski para orangtua tidak bisa memaksakannya, namun anak harus terus didorong untuk memaksimalkan potensinya. “Inilah keuntungan dari komunikasi yang harus selalu terjaga antara orangtua dan sekolah,” ujar James.
Mengirim anak belajar ke sekolah berkualitas di luar negeri, kerap pula menjadi pilihan banyak keluarga mapan. Di sini, para orangtua yakin bahwa sekolah di luar negeri tak hanya mengajarkan ilmu, namun turut membentuk karakter siswanya. Bagi James Riady, seharusnya para orangtua tak mudah silau dengan sekolah luar negeri. Makanya, para orangtua jangan tergesa-gesa menyekolahkan anaknya di luar negeri.
“Selain kini telah banyak sekolah lokal yang memenuhi standar internasional, si anak mungkin akan banyak menemui kendala ketika menuntut ilmu di negeri orang,” ujar James. Perbedaan gaya kehidupan dan parameter norma kesopanan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur, merupakan salah satu contoh kendala.
Agus T, salah satu orangtua, sependapat dengan James. Agus menyoroti sisi pengawasan yang minim, dan itu menjadi alasan utama mengapa dia enggan menyekolahkan anaknya ke luar negeri, “Kalau sekolah di sini (dalam negeri), kan gampang saya mengawasi anak,” ujarnya.
“Seminar A Refreshing Moment, Reflecting on Family and Education ini bagus sekali. Terlebih lagi, pemaparan Pak James Riady mengenai keluarga sebagai fondasi utama pendidikan anak,” ujar Irwan, bapak dengan dua anak yang berdomisili di Jakarta ini.
Kendati Irwan tak memungkiri bahwa kualitas sekolah di luar negeri lebih baik bila dibandingkan sekolah di Indonesia, namun dia mengaku keberatan untuk melepas anak-anaknya untuk bersekolah di luar negeri. “Mungkin nanti, ketika mereka melanjutkan pendidikan ke universitas, baru saya kirim ke luar negeri,” ujarnya.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Melly Sri Sulastri Rifai juga menekankan, bahwa kunci keberhasilan pembentukan karakter seorang anak terletak pada keluarga, sebab keluarga menjadi wadah pembentukan karakter yang utama dan pertama. “Semua orang harusnya menyadari hal itu,” ujarnya.
Kendati ada sekolah dan lingkungan masyarakat yang turut membentuk kepribadian seseorang, kunci utamanya tetap terletak pada orangtua. Pasalnya, orangtua bukan hanya mendidik anak sewaktu kecil, tetapi sampai mereka dewasa. Masalahnya, bagaimana setiap keluarga mampu melaksanakan tugas itu dengan maksimal.

0 komentar:

Posting Komentar